REVIVAL NEVER STOP IN MY LIFE

Senin, 21 Mei 2012

SENIKU

 Berikut ini adalah alat-alat musik dan bunyi-bunyian yang berasal dari daerah Nusa Tenggara Timur, alat-alat musik ini memiliki ciri khas khusus dan bunyi yang sangat menarik


FOY DOA
Kabupaten Ngada Flores yang beribukota Bajawa mempunyai banyak ragam kesenian daerah. antara lain musik Foy Doa.
Seberapa lama usia musik Foy Doa tidaklah diketahui dengan pasti karena tidak ada peninggalan- peninggalan yang dapat dipakai untuk mengukurnya. Foy Doa berarti suling berganda yang terbuat dari buluh/bamabu keil yang bergandeng dua atau lebih.
Mungkin musik ini biasanya digunakan oleh para muda-mudi dalam permainan rakyat di malam hari dengan membentuk lingkaran.
Sistem penalaan, Nada-nada yang diproduksi oleh musik Foy Doa adalah nada-nada tunggal dan nada-nada ganda atau dua suara, hak ini tergantung selera si pemain musik Foy Doa.
Bentuk syair, umumnya syair-syair dari nyanyian musik Foy Doa bertemakan kehidupan , sebagai contoh : Kami bhodha ngo kami bhodha ngongo ngangi rupu-rupu, go-tuka ate wi me menge, yang artinya kami harus rajin bekerja agar jangan kelaparan.
Cara Memainkan, Hembuskan angin dari mulut secara lembut ke lubang peniup, sementara itu jari-jari tangan kanan dan kiri menutup lubang suara.
Perkembangan Musik Foy Doa, Awal mulanya musik Foy Doa dimainkan seara sendiri, dan baru sekitar 1958 musisi di daerah setempat mulai memadukan dengan alat-alat musik lainya seperti : Sowito, Thobo, Foy Pai, Laba Dera, dan Laba Toka. Fungsi dari alat-alat musik tersebut 


 

FOY PAY
Alat musik tiup dari bambu ini dahulunya berfungsi untuk mengiringi lagu-lagu tandak seperti halnya musik Foy Doa.
Dalam perkembangannya waditra ini selalu berpasangan dengan musik Foy Doa. Nada-nada yang diproduksi oleh Foy Pai : do, re, mi, fa, sol.


  











GONG

Gong merupakan alat musik yang umum terdapat pada masyarakat Nusa Tenggara Timur yang terbuat dari tembaga, kuningan, atau dari besi. Biasanya digunakan untuk berbagai tujuan, misalnya untuk pesta adat, mengiringi tarian dalam penerimaan tamu dan sebagainya.
Perbedaan antara daerah yang satu dengan daerah yang lain antara lain jumlah gong , ukurannya, cara memainkannya, serta penglarasnya. Khusus penglaras umunya berkisar pada laras pelog dan slendro.  Nama-nama gong pada masing-masing daerah tidak sama, untuk jelas lihat ontoh berikut :

a. Gong Sumba Barat
Kelompok pertama yang terdiri dari 4 buah gong kecil (katala meduk) dengan urutan pemukulan sebagai berikut :
Mamaalu/gong pertama yaitu gong yang ditabuh/dibunyikan paling pertama, Pahimangu/gong kedua yaitu gong yang dibunyikan setelah mamaulu berbunyi, Pahelungu/gong ketiga yaitu gong yang dibunyikan dengan kecepatan dua kali lebih epat dari gong yang terdahulu, Kabokang/gong keempat yaitu gong yang dibunyikn sama epatnya dengan gong ketiga dan saling mengisi sehingga terdengar bunyi yang harmonis.

Kelompok kedua yang terdiri dari dua gong besar, yang dalam bahasa Anakalang disebut Katalla bakul, namun ada juga menyebut dengan nama Gasa. Katalla Bakul atau Gasa dibunyikan seara berganti-ganti untuk mengimbangi keempat gong di atas (kelompok pertama).

b. Gong Sabu

Nama-nama gong sesuai dengan cara menabuhnya, ontoh gong pengiring tari Ledo Hawu :
Leko yaitu dua buah gong yang mula-mula ditabuh seara bergantian, Didale ae, Didala Iki, dan Gaha yaitu tiga buah gong yang berukuran agak besar (gong bass) yang juga ditabuh secara bergantian, Wo Peibho Abho yaitu dua buah gong yang ditabuh sebagai pengiring gong Leko, Wo Paheli yaitu dua buah gong yang ditabuh sebagai pengiring Leko dan We Peibho Abho.


c. Gong Alor

Nama-nama gong :
- Kingkang yaitu dua buah gong kecil.
- Dung-dung/kong-kong yaitu dua buah gong sedang.
- Posa yaitu tiga buah gong besar.

d. Gong Ngada

Gong Ngada terdiri dari lima buah dan umumnya berukuran kecil. Nama-nama gong :
- Doa yaitu dua buah gong yang dimainkan seara silih berganti.
- Dhere yaitu terdiri dari satu gong
- Uto-uto yang juga hanya satu gong
- Wela yaitu gong yang paling tingi suaranya.


e. Gong Dawan

Gong Dawan yang dimaksudkan di sini adalah dari Amanuban tepatnya di Desa Nusa Timor Tengah Selatan. Gong yang digunakan umumnya berjumlah 6 buah. Nama-nama gong :
Tetun yaitu dua buah gong keil, namun apabila dari kedua gong ini hanya dibunyikan salah satunya maka namnya berubah menjadi Toluk, Ote' yaitu dua buah gong sedang. Kedua gong ini dibunyikan dengan penuh perasaan, Kbolo' yaitu dua buah gong besar yang dimainkan dengan tidak terlalu cepat.


HEO
Alat gesek (heo) terbuat dari kayu dan penggeseknya terbuat dari ekor kuda yang dirangkai menjadi satu ikatan yang diikat pada kayu penggesek yang berbentuk seperti busur (dalam istilah masyarakat Dawan ini terbuat dari usus kuskus yang telah dikeringkan). Alat ini mempunyai 4 dawai, dan masing-masing bernama :
- dawai 1 (paling bawah) Tain Mone, artinya tali laki-laki
- dawai 2 Tain Ana, artinya tali ana
- dawai 3 Tain Feto, artinya tali perempuan
- dawai 4 Tain Enf, artinya tali induk
Tali 1 bernada sol, tali 2 bernada re, tali tiga bernada la dan tali 4 bernada do.


 
KETADU MARA

Alat musik petik dua dawai yang biasa digunakan untuk menghibur diri dan juga sebagai sarana menggoda hati wanita. Alat musik ini dipercayai pula dapat mengajak cecak bernyanyi dan juga suaranya disenangi makluk halus.
 












KNOBE KHABETAS
Masyarakat Dawan peraya bahwa alat musik Knobe Kbetas telah ada sejak nenek moyang mereka berumah di gua-gua. Bentuk alat musik ini sama dengan busur panah. Cara memainkannya ialah, salah satu bagian ujung busur ditempelkan di antara bibir atas dan bibir bawah, dan kemudian udara dikeluarkan dari kerongkongan, sementara tali busur dipetik dengan jari. Meripakan kebiasaaan masyarakat dawan di pedesaan apabila pergi berook tanam atau mengembala hewan mereka selalu membawa alat-alat musik seperti Leku, Heo, Knobe Kbetas, Knobe Oh, dan Feku. Sambil mengawasi kebun atau mengawasi hewan-hewan, maka musik digunakan untuk melepas kesepian. Selain digunakan untuk hiburan pribadi, alat musik ini digunakan juga untuk upacara adat seperti, Napoitan Li'ana (anak umur 40), yaitu bayi yang baru dilahirkan tidak diperkenankan untuk keluar rumah sebelum 40 hari. Untuk menyonsong bayi tersebut keluar rumah setelah berumur 40 hari, maka diadakan pesta adat (Napoitan Li'ana).
 

KNOBE OH
Nama alat musik yang terbuat dari kilit bambu dengan ukuran panjang lebih kurang 12,5 cm. ditengah-tengahnya sebagian dikerat menjadi belahan bambu yang memanjang (semacam lidah) sedemikian halusnya, sehingga dapat berfungsi sebagai vibrator (penggetar). Apabila pangkal ujungnya ditarik dengan untaian tali yang terkait erat pada pangkalujung terseut maka timbul bunyi melalui proses rongga mulut yang berfungsi sebagai resonator.
  










LEKO BOKO/ BIJOL

Alat musik petik ini terbuat dari labu hutan (wadah resonansi), kayu (bagian untuk merentangkn dawai), dan usus kuskus sebagai dawainya. Jumlah dawai sama dengan Heo yaitu 4, serta nama dawainya pun seperti yang ada pada Heo. Fungsi Leko dalam masyarakat Dawan untuk hiburan pribadi dan juga untuk pesta adat. Alat musik ini selalu berpasangan dengan heo dalam suatu pertunjukan, sehingga dimana ada heo, disitu ada Leko. Dalam penggabungan ini Lelo berperan sebagai pembei harmoni, sedangkan Heo berperan sebagi pembawa melodi atau kadang-kadang sebagai pengisi (Filter) Nyanyian-nyayian pada msyarkat Dawan umumnya berupa improvisasi dengan menuturkan tentang kejadian-kejadi an tang telah terjadi pda masa lampau maupun kejadian yang sedang terjadi (aktual).Dalam nyanyian ini sering disisipi dengan Koa (semaam musik rap). Koa ada dua macam yaitu, Koa bersyair dan Koa tak bersyair.
 

MENDUT

Alat musik petik/pukul dari bambu ini berasal dari Manggarai. Seruas bambu betung yang 1,5 tahun yang panjangnya kira-kira 40 m. Kedua ujung bambu dibiarkan, namun salah satunya dilubangi.
Cara pembuatannya, di tengah bambu dilubangi persegi empat dengan ukuran 5 x 4 m. Disamping kiri kanan lubang masing-masing dicungkil satu kulit bambu yang kemudian diganjal dengn batangan kayu hingga berfungsi sebagai dawai.
Cara memainkan alat musik ini adalah dengan dipetik atau dipukul-pukul dengan kayu kecil.










PRERE

Alat bunyi-bunyian dari Manggarai ini terbuat dari seruas bambu keil sekeil pensil yang panjangnya kira-kira 15 cm. Buku ruas bagian bawah dibiarkan tertutup, tetapi bagian atasnya dipotong untuk tempat meniup. Buku ruaw bagian bawah dibelah untuk menyaluirkan udara tiupan mulut dari tabung bambu bagian atas, sekaligus bagian belahan bambu itu untuk melilit daun pandan sehingga menyerupai orong terompet yang berfungsi memperbesar suaranya. Alat musik ini selain digunakan untuk hiburan pribadi, juga digunakan untuk mengiringi musik gong gendang pada permainan penak silat rakyat setempat. Nada-nada yang dihasilkan adalah do dan re, sehingga nama alat ini disebut Prere.

SASANDO
Fungsi musik sasando gong dalam masyarakat pemiliknya sebagi alat musik pengiring tari, menghibur keluarga yang sedang berduka, menghibur keluarga yang sedang mengadakan pesta, dan sebagai hiburan pribadi. Sasando gong yang pentatonis ini mempunyai banyak ragam cara memainkannya, antara lain : Teo renda, Ofalangga, Feto boi, Batu matia, Basili, Lendo Ndao, Hela, Kaka musu, Tai Benu, Ronggeng, Dae muris, Te'o tonak.
Ragam-ragam tersebut sudah merupakan ragam yang baku, namun dengan sedikit perbedaan ini dikarenakan :
(a). Rote terdiri dalam 18 Nusak adat dan terbagi dalam 6 keamatan. Dengan sendirinya setiap nusak mempunyai gaya permainan yang berbeda-beda. (b). Perbedaan-perbendaan ini dipengaruhi oleh kemampuan musikalis dari masing-masing pemain sasando gong. (c). Belum adanya sistem notasi musik sasando gong yang baku.

Perkembangan Sansando
Sasando pada mulanya menggunakan tangga nada pentatonis. Diperkirakan akhir abad ke-18 sansando mengalami perkembangan sesuai tuntutn zaman, yaitu menggunakan tangga nada diatonis. Sasando diatonis khusunya berkembang di Kabupaten Kupang.
Jumlah dawai yang digunakan oleh sasando diatonis bervariasi yaitu, 24 dawai, 28 dawai, 30 dawai, 32 dawai, dan 34 dawai. Kemudian dalam perkembangan selanjutnya yaitu kira-kira 1960 untuk pertam kalinya sasando menggunakan listrik. Ide ini datang dari seorang yang bernama Bapak edu Pah, yaitu salah seorang pakar pemain sasando di Nusa Tenggara Timur.


SOWITO
Alat musik pukul dari bambu dari Kabupaten Ngada. Seruas bambu yang dicungkil kulitnya berukuran 2 cm yang kemudian diganjal dengan batangan kayu kecil. Cungkilan kulit bambu ini berfungsi sebagai dawai. Cara memainkan dipukul dengan sebatang kayu sebesar jari tangan yang panjangnya kurang dari 30 cm. Sertiap ruas bambu menghasilkn satu nada. Untuk keperluan penggiringan, alat musik ini dibuat beberapa buah sesuai kebutuhan.





















SULING
Umumnya seluruh kabupaten yang ada di NTT memiliki instrumen suling bambu, seperti di Sumba terdapat suling hidung. Namanya demikian karena suling ini ditiup dari hidung. Kalau di Kabupaten Belu terdapat orkes suling dengan jumlah pemain ( 40 orang. Orkes suling ini terdiri dari suling pembawa melodi (suling keil), dan suling pengiring yang berbentuk silinder yaitu, suling alto, tenor, dan bass. Suling pengiring ini terdiri dari 2 bambu yang berbentuk silinder yaitu, bambu peniup berukuran keil dan bambu pengatur nada berbentuk besar.
Suling melodi bernada 1 oktaf lebih, suling pengiring bernada 2 oktaf. Dengan demikian untuk meniptakan harmoni atau akord, maka suling alto bernada mi, tenor bernada sol, dan bass bernada do, atau suling alto bernada sol, tenor mi,dan dan bass bernada do.
Cara memainkan : suling sopran atau pembawa melodi seperti memainkan suling pada umumnya, dan suling pengiring sementar bambu peniup dibunyikan, maka bambu pengatur nada digerakkan turun dan naik, yaitu sesuai dengan nada yang dipilih. Keualui pada sulign bass, bambu peniup yang digerakkan turun dan naik.
Fungsi alat musik suling ini untuk menyambut tamu atau untuk memeriahkan hari-hari nasional.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar